Senin, 29 Juni 2009

Vesparty # 4

Jumat, 26 Juni 2009

sekedar berbagi ...

Semula ketika kita menjadi dewasa, secara umum kita menjadi mengerti mana jalan yang baik dan mana yang buruk. Diawal kita beranjak dewasa kita menyadari bahwa kita harus menjadi berarti, di mula-mula kita meninggalkan masa kanak-kanak yang manja, tanpa beban, dengan banyak tingkah yang menyebalkan, pada saat itulah biasanya kita telah menetapkan tujuan akhir kehidupan kita. Umumnya, secara substansi sederhana: KITA INGIN HIDUP BAHAGIA. Meski jalan kearah sana berbeda-beda. Setidaknya kita mulai mengerti bahwa hidup sengsara itu tidak mengenakan. Seperti do’a harian yang sudah kita hafal sejak kanak-kanak, “robbana aatina fiddunya hasanah wafil akhirati hasanah waqinaa adzabannar”
Tak ada orang sehat yang berpikir ingin sengsara dunia dan akhirat. Nah, akherat adalah tujuan akhir cita-cita dan itulah rumah kita. Kesana kita pergi menuju, meski pada hakekatnya kesana pula kita kembali.

Setelah kita mulai mengayun langkah menuju cita-cita itu, harapan itu, sejak saat itulah prinsip adanya godaan ditengah jalan mulai berlaku. Sepanjang perjalanan itu, ada diantara kita yang terlalu banyak singgah. Jiwa kita tiba-tiba mampir di lorong kemaksiatan. Singgah di kamar-kamar dosa. Sejenak dua jenak. Tak juga beranjak. Lalu tiba-tiba kita sudah pergi jauh dari jalan ke rumah akhir kita.

Setelah kita mulai berjalan mengejar cita-cita itu, harapan itu, hati kita mungkin tiba-tiba tergoda, berbelok arah. Seperti pengendara mobil yang keluar jalur, atau keliru arah. Lalu tiba-tiba kita – entah tahu atau tidak – ternyata sedang menaiki kendaraan hidup ke ujung neraka.

Masalahnya lebih banyak dimulai dari persepsi, keyakinan, dan sudut pandang yang keliru. Pandangan keliru itu bisa sepotong baju kita yang kita takutkan terkotori oleh orang-orang miskin. Atau bangga diri atas hal-hal lahiriah yang kita punya padahal tidak benar-benar kita punya: tampang, status sosial, harta, pundi-pundi usaha, kiprah politik, bahkan juga intelektualitas. Pandangan itu bisa juga pilihan kita untuk menipu lalu pura-pura tidak tahu.

Ditambah kontribusi godaan syetan, persepsi keliru itu lengkap sebagai penyesat arah yang sempurna. Salah satu bentuknya, sebagaimana dijelaskan Al Qur’an, bahwa syetan membuat orang-orang itu menganggap baik perbuatan buruknya.

Persepsi dan pemahaman kita tentang banyak hal yang keliriu itulah yang membuat kita sering berputar-putar tidak jelas, kesana kemari tak tentu arah. Semua itu adalah jalan lain yang tidak menghantarkan. Semua itu adalah jalan lain yang tidak menyampaikan

Seperti mereka yang menjalani hidup dengan jarum jam untuk menghitung waktu, mengatur jadwal diri, tapi tidak memiliki kompas sebagai penunjuk arah. Orang-orang seperti ini banyak yang terlihat sangat sibuk, super letih dan lelah, jadwalnya padat. Satuan transaksi kehidupannya adalah menit. Tapi mereka tidak sadar tengah berjalan dimana. Mungkin ke neraka. Mungkin juga ke syurga tapi lewat `neraka dalam waktu yang sangat lama.

Sepotong baju adalah perlambang. Sebuah mobil adalah simbol. Dibaliknya ada kisah kekayaan dan kemiskinan yang melahirkan sikap demi sikap. Dijalan kehidupan kita sehari-hari banyak simbol dan perlambang semu yang menggoda. Telah banyak orang yang keluar dari jalan cita-citanya, lantaran godaan simbol-simbol yang sederhana, remeh dan bahkan tak penting.

Dihamparan kehidupan ini, terlalu banyak orang yang harus dikasihani karena mereka berjalan diluar jalur laju diri dan cita-citanya sendiri. Tak ada kata yang tepat bagi mereka kecuali: kembalilah...dan jangan sampai terlambat

Jangan terlambat pulang, ke jalan jati diri dan ujung harapan kita. Agar tak ada sesal dikemudian hari

Rabu, 24 Juni 2009

aku akan tetap hidup ada atau tanpamu!

telah kucoba untuk pahami dirimu
mencari apa yang kau inginkan
telah kucoba untuk meyakinkanmu
atas apa yang ada dalam hatiku

sulit rasanya bagiku
untuk melupakanmu
sulit rasanya bagiku
untuk pergi jauh darimu..

apa yang seharusnya kulakukan
untuk mendapatkan hatimu
apa yang seharusnya kulakukan
untuk menggapai cintamu

terlalu sulit bagiku untuk....
andai saja kau tahu
apa yang sebenarnya
aku harapkan selama ini

Sulit melupakanmu, SANGAT sulit.
Tapi aku sudah memilih untuk tidak hidup menderita karena cinta
Aku yang sekarang adalah aku yang tegar
Aku yang akan memikirkan hal yang lebih penting dariMU
Walaupun begitu besar rasaku padamu, satu hal kusadari:
"AKU AKAN TETAP HIDUP ADA ATAU TANPAMU………"

seandainya bisa kembali ke 7 tahun yg lalu...

pengen gak kaya sekarang, pengen beli vespa yg banyak, pengen cari maenan doraemon, pengen jadi anak baek2, pengen jadi pemuda yg baik hati dan tidak sombong, pengen jadi ketua RW, pengen jadi mahasiswa teladan kagak demo2, pengen buka toko aksesoris vespa, pengen punya rumah, pengen jadi creative director, pengen jalan-jalan ke bali, pengen cari istri, pengen karaoke-an bareng temen2 SD, pengen patuh kepada kedua orang tua, pengen tidur gak malem2, pengen ketemu aura kasih (hehehe belum tenar kali), pengen gak jual motor new px-ku, pengen ketemu sama a'a gym, pengen gosok gigi sebelum tidur, pengen cuci baju sendiri, pengen belajar nyetrika baju (soalnya ampe sekarang kagak bisa2), pengen beli sepatu air jordan, ...


pengennya ntar ditambah lagi deh...

Selasa, 23 Juni 2009

tegar dong ciel....

Sungguh kusesali
nyata cintamu kasih
tak seperti terbaca hatiku
malah terabai olehku

Lelah ku sembunyi
tutupi maksud hati
yang justru hidup karenamu
dan bisa mati tanpamu

Andai saja aku masih punya kesempatan kedua
pasti akan kuhapuskan lukamu
menjagamu, memberimu segenap cinta

Kusadari tak selayaknya
kau selalu penuh kecewa
Kau lebih pantas bahagia
bahagia karena cintaku

Andai saja aku masih punya kesempatan kedua
pasti akan kuhapuskan lukamu
menjagamu, memberimu
segenap cinta

Jumat, 19 Juni 2009

TCV XL Kecilin dongggg!



Creative Director : Ica, Aryo
Creative Group Head : Kiki
Art Director : Lodi, Kunil, Yudi Aciel
Copy Writer : Anton, Doni
Graphic Designer : Syarifudin
Account Director : Inda
Account Manager : Arinuldin
Account Executive : Hilda

Kamis, 11 Juni 2009

Mengenang pak Nuradi


Mengenang Nuradi, pencetus slogan



TOKOH PERIKLANAN MODERN

Perintis periklanan ini bernama Nuradi. Lahir di Jakarta, tanggal 10 Mei 1926. Seperti
juga banyak pelaku periklanan modern, Nuradi pun tidak memperoleh pendidikan
formal di bidang periklanan. Tahun 1946-1948 ia masuk Fakultas Hukum, Universitas
Indonesia (darurat). Kemudian masuk Akademi Dinas Luar Negeri Republik Indonesia
(1949-1950). Tahun-tahun berikutnya dia banyak mengenyam pendidikan di Amerika
Serikat. Dia menjadi orang Indonesia pertama yang diterima di Foreign Service
Institute, US State Department, Washington DC. Selanjutnya belajar penelitian sosial
di New School, New York (1952-1954) dan menyelesaikan studi bidang administrasi
publik di Harvard University, Cambridge, Massachusetts. Kemudian selama setahun
belajar bahasa di Universitas Sorbone dan Universitas Besancon, Perancis.Tahun
1945, dia juga dikenal sebagai orang pertama diangkat sebagai pegawai negeri di
Departemen Luar Negeri dan di Departemen Penerangan. Yang terakhir ini, karena
ia juga menjadi penyiar siaran Bahasa Inggris di Radio Republik Indonesia. Antara
tahun 1946-1950, dia menjadi juru bahasa pribadi untuk Bung Karno, Bung Hatta
dan Ir. Juanda dan tahun 1949 sempat menjadi kepala bagian penerjemah pada delegasi Indonesia ke Konperensi Meja
Bundar di Den Haag, Negeri Belanda. Tahun 1950 dia ditunjuk untuk menjalankan misi khusus ke Uni Soviet dan menjadi
anggota perwakilan tetap Indonesia di markas PBB, New York. Karier sebagai pegawai negeri telah membawanya terlibat
dalam banyak lagi tugas sebagai anggota delegasi, baik untuk kepentingan nasional, maupun internasional. Dia
mengundurkan diri dari Dinas Luar Negeri pada tahun 1957, untuk bergabung dengan Perwakilan PRRI Sementara untuk
Singapura dan Hongkong.

Perjalanan hidup Nuradi di dunia periklanan dimulai ketika tahun 1961-1962 mengikuti Management Training Course di
SH Benson Ltd., London, perusahaan periklanan terbesar di Eropa saat itu. Sedangkan pengalaman praktek periklanan
diperolehnya melalui cabang perusahaan tersebut di Singapura. Sekembalinya ke Jakarta (1963) dia mendirikan
perusahaan periklanannya sendiri, InterVista Advertising Ltd..


MERINTIS PERIKLANAN DI TV

Keberadaan TV sebagai media baru di Indonesia sejak bulan Agustus 1962, telah merangsang Nuradi untuk juga
menjadikannya wahan periklanan. InterVisa tercatat sebagai perintis masuknya iklan-iklan komersial di TVRI. Tahun 1963,
tiga iklan pertama (yang masih berbentuk telop) di media ini, adalah untuk klien-klien berikut:
* Hotel Tjipajung, yang kebetulan milik ayahnya sendiri.
* PT Masayu, produsen alat-alat berat dan truk.
* PT Arschoob Ramasita, yang dimiliki oleh Judith Roworuntu, sekaligus menjadi pembuat gambar untuk iklan-iklan
InterVista.
Setahun setelah itu, muncul iklan skuter Lambretta. Tetapi kali ini, sudah digunakan bentuk slide, yang juga
merupakan rintisan saat itu. Iklan Lambretta pun merupakan iklan pertama yang diproduksi untuk dapat
ditampilkan di bioskop-bioskop. Ini merupakan prestasi tersendiri pula bagi InterVista.


Menurut Nuradi, kekuatan InterVista terletak justru pada akar budidaya Indonesianya. Pendapat ini mungkin benar, kalau
kita perhatikan beberapa slogan yang diciptakan InterVista, seperti:
* Produk susu kental manis; Indomilk …. sedaaap.
* Produk bir; Bir Anker. Ini Bir Baru, Ini Baru Bir.
* Produk rokok putih; Makin mesra dengan Mascot.
* Produk skuter; Lebih baik naik Vespa.
Periode tahun 1963-1967 InterVista juga tercatat sebagai perusahaan periklanan pertama yang melakukan adaptasi
terhadap film iklan yang berbahasa Inggris, meskipun proses produksi akhirnya masih dikerjakan di Singapura. Bahkan
pada periode ini, InterVista sudah memiliki sendiri sutradara untuk membuat film-film iklan para kliennya. Salah satu film
iklan yang sangat sukses saat itu adalah iklan Ardath.

KERJASAMA DENGAN ASING

Meskipun InterVista dianggap sebagai perusahaan periklanan modern pertama di Indonesia, namun ia ternyata bukanlah
yang pertama melakukan kerjasama dengan perusahaan periklanan asing. Karena tahun 1960, Franklyn, perusahaan
periklanan milik orang Belanda yang kemudian berganti nama menjadi Bhineka, sudah bekerjasama dengan Young &
Rubicam, salah satu perusahaan periklanan raksasa dari Amerika.

Mengenai kerjasama dengan asing ini Nuradi merupakan salah satu tokoh yang sangat kuat mempertahankan ke-Indonesia-
annya. “Ini bisa mengantjam pertumbuhan pers nasional”, katanya, dan “biro-biro iklan internasional yang berkeliaran di
Jakarta dalam waktu dekat bisa memaksa pers di Indonesia mendjadi sematjam djuru-bitjara kaum industrialis besar”,
lanjutnya.*( Majalah Tempo, 25 Maret 1972. )

Pada saat itu, memang terjadi semacam gelombang “anti biro iklan asing” pada banyak perusahaan periklanan nasional.
Peraturan Pemerintah yang melarang masuknya modal asing dalam industri periklanan pun sudah ada. Namun penggunaan
tenaga asing masih dimungkinkan, meskipun terbatas pada tiga jabatan saja. Jabatan-jabatan yang dianggap belum
sepenuhnya dapat diisi oleh tenaga-tenaga Indonesia ini adalah Advertising Consultant (konsultan periklanan di perusahaan
periklanan), Advertising Technical Adviser (penasehat teknis di perusahaan periklanan), dan Advertising Manager (manajer
periklanan di perusahaan pengiklan).

Ironisnya, pada era-globalisasi dan meredanya “gelombang anti perusahaan periklanan asing” saat ini, justru jabatan
Technical Adviser merupakan satu-satunya jabatan yang masih diijinkan. Mungkin suatu indikasi terjadinya peningkatan
mutu sumber daya manusia Indonesia dalam industri periklanan nasional.

Selain Bhineka, perusahaan periklanan Fadjar Kamil juga menjalin kerjasama dengan Mc Cann-Erickson, perusahaan
periklanan raksasa lain, yang juga dari Amerika Serikat. Namun sulitnya memperoleh tenaga terlatih, kemudian telah
memaksa pula Nuradi dengan InterVisa-nya melunakkan sikap untuk bekerjasama dengan perusahaan asing. Kebetulan,
dia memilih Mc Cann-Erickson juga sebagai mitranya. Sukses Nuradi, membawa InterVisa nyaris ke puncaknya, meskipun
bukan dalam hal omset*. Nuradi patut merasa bangga, bahwa InterVista tercatat sebagai perusahaan periklanan yang
sangat disegani, dan unggul dalam hal mutu karya-karyanya.

Nuradi menduga, hingga awal tahun 1970, urutan peningkat omset perusahaan-perusahaan
periklanan adalah; Lintas, indo-Ad, Matari dan InterVista sendiri.

(Sumber: http://www.pppi.or.id )


>>berita pemakaman Nuradi di Kompas : http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/06/10/04133235/Perintis..Periklanan.Nuradi.Dikebumikan <<

Rabu, 10 Juni 2009